Hari ini, Senin, 27 Oktober 2025, saya berkunjung ke kediaman Bapak Ngatno Prawiro Parjan di Bintaro, Jakarta. Dalam suasana penuh duka, kami berkumpul, berdoa, dan bermunajat memperingati 7 hari wafatnya putra beliau, Anggit Bima Wicaksana.
Anggit meninggal dunia pada 21 Oktober 2025 akibat kecelakaan motor saat menunaikan tugas mulia sebagai Tim Ekspedisi Patriot (TEP) Kementerian Transmigrasi di kawasan transmigrasi Bombarey, Kabupaten Fakfak, Papua Barat.
Tugasnya adalah melakukan:
- Riset dan Pemetaan Ekonomi Sosial
- Monitoring dan Evaluasi Infrastruktur
- Pengembangan Kelembagaan Ekonomi dan Produk Unggulan
Dalam video ini, Bapak Ngatno berbagi cerita haru tentang semangat pengabdian putranya. Meski sempat berkeberatan, beliau akhirnya mendukung pilihan Anggit untuk mengabdi di pelosok Papua. Percakapan terakhir mereka tentang “pengabdian, bukan honornya” menjadi bukti ketulusan hati seorang pemuda bangsa.
Anggit adalah bagian dari 2.000 personil TEP 2025 yang diterjunkan di 154 kawasan transmigrasi dari Sabang sampai Merauke. Mereka terdiri dari akademisi terbaik bangsa (42 Profesor, 358 Doktor, dan ratusan Sarjana/Magister) dari berbagai universitas terkemuka, menunjukkan komitmen besar pemerintah dalam membangun Indonesia yang merata.
Ini adalah kisah tentang pengabdian, ketulusan, dan cinta untuk Indonesia.

 
															 
															 
							 
							